Enggak
berasa tahun 2017 akan segera berakhir. Dalam jangka waktu setahun, tentunya
banyak moment-moment yang udah terlewati hingga akhirnya semua itu kita sepakat
menyebutnya kenangan. Dan kita selalu percaya bahwa setiap kenangan mempunyai
kadar sendirii-sendiri. Ada yang menyenangkan, dan ada pula yang menyakitkan
bahkan sampai membuat air mata jatuh di pipi. Maka dari itu, di akhir tahun
ini, gue akan merangkum kenangan-kenangan yang gue ingat dan gue anggap paling
best untuk di abadikan disini, di tulisan ini.
Yang
pertama adalah tentang gagalnya gue dalam mengikuti ajang Citizen Jurnalist Academy yang di adakan oleh indosiar. Kenapa
gagal? Mungkin karena gue kurang matang. Jadi saat itu indosiar resmi
mengumumkan untuk mencari 90 finalis di 3 kota. Jakarta, Semarang, dan Balikpapan.
Dalam pikiran gue “wow kapan lagi nih,
kesempatan enggak boleh di sia-siakan”. Saat itu posisi gue masih bekerja
di perusahaan. Secara otomatis gue minta izin orang tua buat resign dari
perusahaan tersebut dan gue mendaftar sebagai peserta ajang tersebut.
Harus
gue akui, gue mempunyai orang tua yang cukup baik. Mereka selalu setuju dalam urusan-uurusan
yang baik. Meskipun begitu, mereka selalu mengingatkan kepada gue bahwa jangan
sampai menyesal dan jangan stres ketika gagal di ajang tersebut. Secara, nyari
kerja di jaman now memang sangat sulit, mungkin itu yang dimaksud oleh kedua
orang tua gue.
Dari
awal pendaftaran gue sangat percaya diri dengan segala apa yang gue punya. Gue
punya status mahasiswa yang berjurusan ilmu komunikasi. Gue juga percaya diri
dengan segala kemampuan gue dalam menulis. Yang lebih membuat gue percaya diri
tentunya adalah teman-teman. Mereka selalu mendukung gue dengan sangat bangga.
Mereka tahu, potensi gue di dunia kepenulisan memang sudah terlihat. Dan waktu
itu gue resmi mendaftar sebagai seorang penulis di ajang tersebut.
Hari
demi hari berganti, dari hari ke hari itu rasa percaya diri gue seolah
terkikis. Menjelang hari H gue sangat-sangat tidak percaya diri karena akun
resmi ajang itu mengumumkan bahwa ada seribu lebih orang yang mendaftar.
Bayangkan seribu lebih. Yang di ambil hanya 90 orang tiap kota. Dan tentunya di
kota jakarta hanya di ambil 30 orang. Yang paling membuat gue tidak percaya
diri adalah, peniliannya di lakukan berdasarkan CV yang telah peserta kirim.
Gilak
Tapi
gue ingat tere liye menuliskan dalam bukunya “hidup akan terus berlanjut seperti daun yang tak pernah membenci
angin”. Semua udah terlanjur, gue udah terlanjur daftar dan ngirim CV, gue
udah terlanjur resign dari tempat kerja. Gue udah terlanjur nganggur untuk
waktu yang cukup lama. Semuanya harus gue hadapi, sayang banget kalo misal
enggak dateng ke acara pengumuman. Dari situ gue hany bisa berpsarah kepada
Tuhan. Semoga ada keajaiban, semoga ada titik terang. Karena gue menyadari CV
gue tentunya belum menarik karena itu juga dapet download dari google.
Hari
H gue dateng bersama dua orang temen gue. Bolu dan jumanta. Mereka juga ikut
daftar karena gue mengajaknya. Kami datang tepat pukul sebelah siang. Acara
mulai pukul setengah dua belas. Mereka juga enggak nyangka peserta akan
membludak padahal baru di kota pertama yaitu jakarta. Saat itu adalah pertama
kalinya gue ke Mall Mega Kuningan. Asli parah gede banget. Beda sama mall-mall
yang ada di daerah Tangerang. Bahkan biaya parkir pun asli perbedaannya cukup
mencolok.
“gila ndray rame banget”
ujar bolu ke gue
“PD gak nih?”
tanya gue ke mereka bolu dan jumanta
Jumanta
hanya ketawa sambil menggelengkan kepalanya, sedangkan bolu hanya mengangkat
bahunya seolah bingung harus menjawab apa.
Setelah
mengantri cukup panjang di pintu masuk. Kami bertiga akhirnya masuk. Duduk di
kursi tengah-tengah. Menantikan host membacakan
siapa saja yang berhak lolos ke tahap selanjutnya. Tapi yang di tunggu-tunggu enggak
kunjung datang. Sesi pertama diisi oleh para pembimbing ekslusif dari Indosiar dan SCTV. Sesi kedua ada dance, dan setelah dance masih banyak sambutan-sambutan dari pihak penyelenggara. Asli
bikin ngantuk.
Sekitar
pukul empat sore barulah nama-nama yang lolos ke tahap selanjutnya di umumkan.
Menurut informasi yang di dapat dari host,
yang lolos akan mengikuti test psikotest dan wawancara. Jadi benar, seleksi
tahap pertama ini murni di lihat dari CV. Untuk kategori Presenter dulu yang di sebutkan, dimana disitu ada jumanta yang
mendaftar. Dari awal sampai akhir, nama jumanta tidak disebut. Itu artinya dia
tidak lolos. Gue bener-bener semakin deg-degan. Kemudian dalam kategori Videographer, ada bolu yang yang
mendaftar. Lagi-lagi nama bolu tidak di sebutkan. Dua orang temen gue enggak
lolos. Gimana nasib gue?
“nanti kalo nama ente disebut ane mau
sukuran” ujar jumanta
“bener nih?”
gue nantangin
“iya manggang ayam”
Setelah
kategori Videographer usai dan nama
bolu enggak di panggil, tibalah giliran kategori Public Relations. Di kategori Public
Relations gue akuin orang-orangnya pada cantik dan ganteng. Entahlah gue
ngerasanya kaya gitu. Jantung gue deg-degan kenceng banget ketika kategori Public Relations masuk ke orang
terakhir. Akhirnya kategori penulis dateng juga. Gue enggak ngerti kenapa
kategori penulis ditempatkan di sesi paling akhir.
Nama
pertama bukan gue, nama kedua bukan gue, nama ketiga juga bukan gue. Jantung
gue masih berdebar kenceng. Harap-harap cemas menunggu nama gue di panggil.
Tapi takdir berkata lain. Gue enggak di izinin sama Tuhan. Nama gue enggak
muncul sampe orang terakhir. Jantung yang tadinya deg-degan jadi biasa lagi.
Sedih sih pasti, kecewa apalagi enggak usah di tanya. Udah dateng jauh-jauh ke
kuningan tapi tetep enggak lolos. Tapi setidaknya ada pengalaman yang gue
dapet. Ada ilmu juga yang gue dapet. Mungkin kegagalan saat itu adalah jalan
gue menuju lebih baik lagi.
Yang
kedua adalah ketika gue kena tipu dan handphone gue raib di ambil orang. Itu
wajib gue abadikan dan udah gue tulis di tulisan gue yang sebelumnya. Bisa baca
disini
Yang
ketiga adalah ketika gue keterima magang di Radio Tangerang bernama Star Radio.
Entahlah hati gue seperti di taburi bunga pada saat penyiarnya memutuskan gue
untuk dapat bergabung dengan tim divisi digitalnya. Sebenarnya hal yang
demikian yang gue tunggu-tunggu, gue dapat menyumbangkan ide-ide yang selama
ini terpendam, gue dapat menyumbangkan tenaga gue dalam ngedit-ngedit video dan
semacamnya. Tapi lagi-lagi ekspektasi gue terlalu tinggi, restu orang tua selalu
menjadi tembok yang besar dalam kehidupan ini.
Gue
enggak direstuin orang tua setelah gue bercerita panjang lebar dan
ujung-ujungnya gue bilang “tapi enggak di
gaji mah”. mamah gue diem, matanya tajam menatap gue, sambil mengernyitkan jidatnya
dia berkata “hah? Enggak di gaji? Jarak kamu
kesononya aja perlu bensin. Tuh motor tiap bulan kan perlu ganti oli. Mikirlah kesitu”
“Tapi mah, kan seru dapet temen baru”
gue mebantah
“iya disononya seru, terus kalo motor
mogok di jalan seru enggak?” timpal bapak gue
“iya sih. Hehehe terus gak diambil
nih?”
“coba nego dulu boleh sambil kerja
enggak” lanjut bapak
“iya pak nanti bilang”
Kemudian
esok harinya gue ketemu penyiar yang sama. Namanya Dira. Cantik, asik, dan dia
juga suka nulis di blog. Untuk seorang cewek di jaman now, dia itu sosok cewek
yang hampir sempurna menurut gue. tapi disini gue mengeyampingkan badannya yang
ummmm maaf enggak kurus. Hahahaha
Tapi
jujur, melihat cara dia berbicara, gue sangat terkagum-kagum. Mungkin karena
sudah terlatih dari siaran kali ya. Dan satu hal lagi, dia enggak sombong. Akun
instagramnya enggak di gembok kaya cewek-cewek sombong. Gue follow, dia langsung follow back. Gimana enggak baik tuh orang. Gue acak-acak
waktu siarannya aja mau.
Jadi
pada saat keesokan harinya gue ajak ngobrol buat nego dia lagi siaran. Sumpah pas
gue ke radio gue ngerasa sangat berdosa. Dia lagi siaran siang. Kemudian setelah
di puter lagu, dia mempersilahkan gue masuk ke ruang siarannya itu.
“iya andri ada apa?”
“mmm gini kak, emang disini kerjanya
berapa jam ya?” gue memanggilnya kakak karena dia enggak
mau panggil ibu.
“5 jam ndri, dari jam 12 sampe jam 5”
jawab Dira
“oh gitu ya kak, berarti susah kalo
sambil kerja ya”
“emang kerja dari jam berapa sampe ke
jam berapa”
“biasanya dari jam 8 sampe jam 5 kak,
itu juga kalo enggak lembur”
“yah iya enggak bisa. Soalnya disini
magang buat nilai sih” jelas Dira
“emm iya deh kak, kayanya gue bakal
milih kerja aja deh”
“iya gpp, bener kok kata mamah motor
perlu bensin” Dira menyindir instastory gue
“hahahaha”
Dan
kesempatan itu akhirnya gue buang. Disaat orang-orang ingin magang di radio,
gue malah membuangnya dengan sangat mudah. Alih-alih ingin mendapat pengalaman
yang besar, malah restu orang tua menjadi tembok besar.
2017
memang banyak moment-momment seru dan penuh resiko dalam hidup gue. Dan jujur
aja gue kaget dengan takdir Tuhan yang seperti. Apakah Tuhan ingin gue
bertambah dewasa? Entahlah, gue belum menemukan jawabannya. Tapi dari
kejadian-kejadian itu gue selalu belajar dan mengambil hikmah. Dari gagalnya di
jurnalis gue belajar, bahwa isi CV harus menarik agar bisa menggugah HRD. Dari hilangnya
handphone gue belajar tentang bagaimana berhati-hati dengan orang baru. Bukan tertutup,
tapi lebih hati-hati. Dira juga mengajarkan gue tentang bagaimana welcome
dengan orang-orang baru. Yang terakhir, gara-gara radio gue jadi kenal seorang
perempuan, dia seru, asik dan merespon gue. Namanya Ita, mungkin enggak
sekarang gue bahas, tapi nanti akan gue tulis tentangnya, tentang awal mula
kami berkenalan, chatting, dan sebagainya.
Terima Kasih 2107......
See
you.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar