Sabtu, 30 Desember 2017

Terima Kasih 2017

Enggak berasa tahun 2017 akan segera berakhir. Dalam jangka waktu setahun, tentunya banyak moment-moment yang udah terlewati hingga akhirnya semua itu kita sepakat menyebutnya kenangan. Dan kita selalu percaya bahwa setiap kenangan mempunyai kadar sendirii-sendiri. Ada yang menyenangkan, dan ada pula yang menyakitkan bahkan sampai membuat air mata jatuh di pipi. Maka dari itu, di akhir tahun ini, gue akan merangkum kenangan-kenangan yang gue ingat dan gue anggap paling best untuk di abadikan disini, di tulisan ini.
Yang pertama adalah tentang gagalnya gue dalam mengikuti ajang Citizen Jurnalist Academy yang di adakan oleh indosiar. Kenapa gagal? Mungkin karena gue kurang matang. Jadi saat itu indosiar resmi mengumumkan untuk mencari 90 finalis di 3 kota. Jakarta, Semarang, dan Balikpapan. Dalam pikiran gue “wow kapan lagi nih, kesempatan enggak boleh di sia-siakan”. Saat itu posisi gue masih bekerja di perusahaan. Secara otomatis gue minta izin orang tua buat resign dari perusahaan tersebut dan gue mendaftar sebagai peserta ajang tersebut.

Harus gue akui, gue mempunyai orang tua yang cukup baik. Mereka selalu setuju dalam urusan-uurusan yang baik. Meskipun begitu, mereka selalu mengingatkan kepada gue bahwa jangan sampai menyesal dan jangan stres ketika gagal di ajang tersebut. Secara, nyari kerja di jaman now memang sangat sulit, mungkin itu yang dimaksud oleh kedua orang tua gue.

Dari awal pendaftaran gue sangat percaya diri dengan segala apa yang gue punya. Gue punya status mahasiswa yang berjurusan ilmu komunikasi. Gue juga percaya diri dengan segala kemampuan gue dalam menulis. Yang lebih membuat gue percaya diri tentunya adalah teman-teman. Mereka selalu mendukung gue dengan sangat bangga. Mereka tahu, potensi gue di dunia kepenulisan memang sudah terlihat. Dan waktu itu gue resmi mendaftar sebagai seorang penulis di ajang tersebut.

Hari demi hari berganti, dari hari ke hari itu rasa percaya diri gue seolah terkikis. Menjelang hari H gue sangat-sangat tidak percaya diri karena akun resmi ajang itu mengumumkan bahwa ada seribu lebih orang yang mendaftar. Bayangkan seribu lebih. Yang di ambil hanya 90 orang tiap kota. Dan tentunya di kota jakarta hanya di ambil 30 orang. Yang paling membuat gue tidak percaya diri adalah, peniliannya di lakukan berdasarkan CV yang telah peserta kirim. Gilak

Tapi gue ingat tere liye menuliskan dalam bukunya “hidup akan terus berlanjut seperti daun yang tak pernah membenci angin”. Semua udah terlanjur, gue udah terlanjur daftar dan ngirim CV, gue udah terlanjur resign dari tempat kerja. Gue udah terlanjur nganggur untuk waktu yang cukup lama. Semuanya harus gue hadapi, sayang banget kalo misal enggak dateng ke acara pengumuman. Dari situ gue hany bisa berpsarah kepada Tuhan. Semoga ada keajaiban, semoga ada titik terang. Karena gue menyadari CV gue tentunya belum menarik karena itu juga dapet download dari google.

Hari H gue dateng bersama dua orang temen gue. Bolu dan jumanta. Mereka juga ikut daftar karena gue mengajaknya. Kami datang tepat pukul sebelah siang. Acara mulai pukul setengah dua belas. Mereka juga enggak nyangka peserta akan membludak padahal baru di kota pertama yaitu jakarta. Saat itu adalah pertama kalinya gue ke Mall Mega Kuningan. Asli parah gede banget. Beda sama mall-mall yang ada di daerah Tangerang. Bahkan biaya parkir pun asli perbedaannya cukup mencolok.

“gila ndray rame banget” ujar bolu ke gue

“PD gak nih?” tanya gue ke mereka bolu dan jumanta

Jumanta hanya ketawa sambil menggelengkan kepalanya, sedangkan bolu hanya mengangkat bahunya seolah bingung harus menjawab apa.

Setelah mengantri cukup panjang di pintu masuk. Kami bertiga akhirnya masuk. Duduk di kursi tengah-tengah. Menantikan host membacakan siapa saja yang berhak lolos ke tahap selanjutnya. Tapi yang di tunggu-tunggu enggak kunjung datang. Sesi pertama diisi oleh para pembimbing ekslusif dari Indosiar dan SCTV. Sesi kedua ada dance, dan setelah dance masih banyak sambutan-sambutan dari pihak penyelenggara. Asli bikin ngantuk.

Sekitar pukul empat sore barulah nama-nama yang lolos ke tahap selanjutnya di umumkan. Menurut informasi yang di dapat dari host, yang lolos akan mengikuti test psikotest dan wawancara. Jadi benar, seleksi tahap pertama ini murni di lihat dari CV. Untuk kategori Presenter dulu yang di sebutkan, dimana disitu ada jumanta yang mendaftar. Dari awal sampai akhir, nama jumanta tidak disebut. Itu artinya dia tidak lolos. Gue bener-bener semakin deg-degan. Kemudian dalam kategori Videographer, ada bolu yang yang mendaftar. Lagi-lagi nama bolu tidak di sebutkan. Dua orang temen gue enggak lolos. Gimana nasib gue?

“nanti kalo nama ente disebut ane mau sukuran” ujar jumanta

“bener nih?” gue nantangin

“iya manggang ayam”

Setelah kategori Videographer usai dan nama bolu enggak di panggil, tibalah giliran kategori Public Relations. Di kategori Public Relations gue akuin orang-orangnya pada cantik dan ganteng. Entahlah gue ngerasanya kaya gitu. Jantung gue deg-degan kenceng banget ketika kategori Public Relations masuk ke orang terakhir. Akhirnya kategori penulis dateng juga. Gue enggak ngerti kenapa kategori penulis ditempatkan di sesi paling akhir.

Nama pertama bukan gue, nama kedua bukan gue, nama ketiga juga bukan gue. Jantung gue masih berdebar kenceng. Harap-harap cemas menunggu nama gue di panggil. Tapi takdir berkata lain. Gue enggak di izinin sama Tuhan. Nama gue enggak muncul sampe orang terakhir. Jantung yang tadinya deg-degan jadi biasa lagi. Sedih sih pasti, kecewa apalagi enggak usah di tanya. Udah dateng jauh-jauh ke kuningan tapi tetep enggak lolos. Tapi setidaknya ada pengalaman yang gue dapet. Ada ilmu juga yang gue dapet. Mungkin kegagalan saat itu adalah jalan gue menuju lebih baik lagi.

Yang kedua adalah ketika gue kena tipu dan handphone gue raib di ambil orang. Itu wajib gue abadikan dan udah gue tulis di tulisan gue yang sebelumnya. Bisa baca disini

Yang ketiga adalah ketika gue keterima magang di Radio Tangerang bernama Star Radio. Entahlah hati gue seperti di taburi bunga pada saat penyiarnya memutuskan gue untuk dapat bergabung dengan tim divisi digitalnya. Sebenarnya hal yang demikian yang gue tunggu-tunggu, gue dapat menyumbangkan ide-ide yang selama ini terpendam, gue dapat menyumbangkan tenaga gue dalam ngedit-ngedit video dan semacamnya. Tapi lagi-lagi ekspektasi gue terlalu tinggi, restu orang tua selalu menjadi tembok yang besar dalam kehidupan ini.

Gue enggak direstuin orang tua setelah gue bercerita panjang lebar dan ujung-ujungnya gue bilang “tapi enggak di gaji mah”. mamah gue diem, matanya tajam menatap gue, sambil mengernyitkan jidatnya dia berkata “hah? Enggak di gaji? Jarak kamu kesononya aja perlu bensin. Tuh motor tiap bulan kan perlu ganti oli. Mikirlah kesitu”

“Tapi mah, kan seru dapet temen baru” gue mebantah

“iya disononya seru, terus kalo motor mogok di jalan seru enggak?” timpal bapak gue

“iya sih. Hehehe terus gak diambil nih?”

“coba nego dulu boleh sambil kerja enggak” lanjut bapak

“iya pak nanti bilang”

Kemudian esok harinya gue ketemu penyiar yang sama. Namanya Dira. Cantik, asik, dan dia juga suka nulis di blog. Untuk seorang cewek di jaman now, dia itu sosok cewek yang hampir sempurna menurut gue. tapi disini gue mengeyampingkan badannya yang ummmm maaf enggak kurus. Hahahaha

Tapi jujur, melihat cara dia berbicara, gue sangat terkagum-kagum. Mungkin karena sudah terlatih dari siaran kali ya. Dan satu hal lagi, dia enggak sombong. Akun instagramnya enggak di gembok kaya cewek-cewek sombong. Gue follow, dia langsung follow back. Gimana enggak baik tuh orang. Gue acak-acak waktu siarannya aja mau.

Jadi pada saat keesokan harinya gue ajak ngobrol buat nego dia lagi siaran. Sumpah pas gue ke radio gue ngerasa sangat berdosa. Dia lagi siaran siang. Kemudian setelah di puter lagu, dia mempersilahkan gue masuk ke ruang siarannya itu.

“iya andri ada apa?”

“mmm gini kak, emang disini kerjanya berapa jam ya?” gue memanggilnya kakak karena dia enggak mau panggil ibu.

“5 jam ndri, dari jam 12 sampe jam 5” jawab Dira

“oh gitu ya kak, berarti susah kalo sambil kerja ya”

“emang kerja dari jam berapa sampe ke jam berapa”

“biasanya dari jam 8 sampe jam 5 kak, itu juga kalo enggak lembur”

“yah iya enggak bisa. Soalnya disini magang buat nilai sih” jelas Dira

“emm iya deh kak, kayanya gue bakal milih kerja aja deh”

“iya gpp, bener kok kata mamah motor perlu bensin” Dira menyindir instastory gue

“hahahaha”
Dan kesempatan itu akhirnya gue buang. Disaat orang-orang ingin magang di radio, gue malah membuangnya dengan sangat mudah. Alih-alih ingin mendapat pengalaman yang besar, malah restu orang tua menjadi tembok besar.

2017 memang banyak moment-momment seru dan penuh resiko dalam hidup gue. Dan jujur aja gue kaget dengan takdir Tuhan yang seperti. Apakah Tuhan ingin gue bertambah dewasa? Entahlah, gue belum menemukan jawabannya. Tapi dari kejadian-kejadian itu gue selalu belajar dan mengambil hikmah. Dari gagalnya di jurnalis gue belajar, bahwa isi CV harus menarik agar bisa menggugah HRD. Dari hilangnya handphone gue belajar tentang bagaimana berhati-hati dengan orang baru. Bukan tertutup, tapi lebih hati-hati. Dira juga mengajarkan gue tentang bagaimana welcome dengan orang-orang baru. Yang terakhir, gara-gara radio gue jadi kenal seorang perempuan, dia seru, asik dan merespon gue. Namanya Ita, mungkin enggak sekarang gue bahas, tapi nanti akan gue tulis tentangnya, tentang awal mula kami berkenalan, chatting, dan sebagainya.
Terima Kasih 2107......

See you.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar