Sabtu, 16 Desember 2017

Kena Tipu

Kena tipu kali ini bukanlah karena gue salah belanja di toko online, bukan juga karena gue enggak belanja di JD.ID. Kena tipu kali ini adalah karena orang jahat yang berkedok sebagai temen. Jujur ini adalah yang pertama kalinya dalam seumur hidup gue. Gue sering nyanyi kena tipu barang palsu, kena tipu barang palsu, eh akhirnya gue sendiri yang kena tipu. Sial....

Oke mari kita mulai ceritanya......

Dia mengenalkan diri dengan nama Topan waktu gue bertatap muka dengannya. Waktu itu gue ketemu dia pada saat interview di salah satu toko online shop bernama blibli.com. Gue mendatangi kantor tersebut tepat jam 12 siang di daerah thamrin, tanah abang. Dengan bermodalkan pengalaman di gudang yang cukup lama, gue melamar di posisi operator gudang pada saat itu.

Topan terlihat tidak mencurigakan. Gue sama sekali enggak menaruh pikiran buruk terhadapnya. Pokoknya gue nganggep semua orang yang interview disitu adalah orang baik. Mungkin itu salah, tapi entahlah, gue jarang berpikiran buruk terhadap orang. Tepat jam 2, gue, Topan, beserta delapan orang yang lain melakukan interview. Ternyata yang lolos hanya delapan orang, dan itu termasuk gue dan Topan di dalamnya. Dua orang lainnya gugur karena tidak memenuhi kriteria pihak blibli.com.

Setelah proses interview tersebut kami berdelapan disuruh menunggu untuk interview selanjutnya. Dari proses menunggu itulah Topan melancarkan aksinya dengan sok akrab. Tapi enggak sok akrab juga sih. Tepatnya menjalin hubungan pertemanan. Dia nanya-nanya biasa selayakanya orang baru kenal. Contoh : darimana? Tau info darimana? Lewat jalan mana? Pokoknya pertanyaan-pertanyaan standar lah.

Semua pikiran negatif tentang Topan beneran enggak muncul dalam benak gue. Karena dari obrolan-obloran kami tersebut gue resmi menganggap Topan sebagai teman. Kemudian Topan meminta kontak gue agar bisa berkomunikasi atau saling memberi info tentang lowongan kerja dan keputusan kapan mulai kerja di blibli.com. tentunya itu gue anggap sebagai hal yang wajar. Secara, kami berdua sama-sama orang yang mencari pekerjaan. Gue beri lah nomor gue ke si Topan.

“bro minta nomor lu dong” pinta Topan

“buat apaan bang” ucap gue dengan nada keberatan

“ya buat kontekan aja. Nanti kan bisa saling info loker” jawab Topan

“oh oke”

Seusasi acara interview itu kami pulang. Dan itupun gue dan Topan pulang bareng ke arah tangerang. Dia mengaku sebagai warga di daerah sepatan. Dan bodohnya gue percaya-percaya saja.
Selang waktu beberapa hari kemudian ada chat dan itu dari nomornya Topan. Dia menanyakan kepada gue perihal kabar di blibli.com.

“bro gimana? Udah dapet kabar dari blibli?” chat dia yang masuk ke ponsel gue

“belum bro. Gue enggak ngarepin lah” bales gue

“oh kalo gitu jadi sales di Meikarta aja bro. Ada gapoknya kok lumayan buat jajan”

“emang berapa gapoknya bang?” gue penasaran

“5jt bro” bales dia

Seketika gue bengong. Mana ada gapok sales 5 juta. Yang gue tau sales itu enggak ada gaji pokoknya. Kecuali dia bisa menjual baru deh dapet gaji. Karena rasa enggak percaya gue, gue search di google. Ternyata beneran ada. Di kaskus juga beneran ada dan para penduduk kaskus awalnya enggak percaya. Tapi orang itu terus menjelaskan dan mempost gambar gaji serta perundang-undangan menjadi sales di Meikarta.

Dari situ gue percaya kalo si Topan ini enggak bohong. Dia juga mengirimkan gambar dan perundang-undangan yang sama tapi dalam angle yang berbeda. Tentunya gue sebagai pengangguran sudah bereksektasi segala macam dengan gapok senilai 5 juta tersebut. Di tambah gue emang butuh biaya untuk keperluan kuliah dan sebagainya.

Kemudian Topan mengajak gue bertemu. Tujuannya untuk memberitahu gue bagaimana cara agar lolos interview ketika bertemu dengan kepala regunya. Lagi-lagi gue percaya dan enggak punya pikiran buruk tentang Topan. Gue udah sangat mempercayainya. Di tambah dia katanya sudah pengalaman di Meikarta selama 3 bulan. Katanya kontrak di Meikarta sendiri memang tak lebih dari 3 bulan. Dia juga sampai mengirimkan foto buku tentang Meikarta kepada gue lewat WA. Pokoknya gue makin percaya bahwa jadi sales Meikarta mungkin rejeki gue pada saat itu.

Pertemuan gue dengan Topan nyatanya enggak berjalan mulus. Dari hari ke hari setiap gue ingin bertemu Topan selalu saja di halangi hujan. Andaikan gue cerdas dan pintar dengan tanda-tanda Tuhan, mungkin gue akan sadar jika itu adala bentuk larangan Tuhan kepada gue untuk menemui Topan. Tapi sayangnya gue enggak cukup pintar dalam memahami kode-kode yang Tuhan berikan. Gue terus bilang ke Topan untuk menunggu cuaca mendukung alias cerah tidak hujan.

Kemudian tepat hari rabu. Cuaca memang mendukung. Hari itu cerah. Gumpalan-gumpalan awan oranye yang membentuk senja seolah mendukung gue untuk bertemu dengan Topan. Lagi-lagi, gue enggak punya pikiran buruk tentang Topan. Gue sepakat bertemu selepas maghrib di mall Tangcity. Yang membuat gue semakin positif adalah dia datang sekitar pukul 5 di depan hotel amaris. Gue sangat tidak enak karena membuatnya menunggu lama.

“bro gue sampe nih di tangcit. Depan hotel amaris yang banyak grab mangkal”

“oke bro masih di jalan” bales gue

“iya jangan lama—lama. Kan mau kerumah bos juga”

“okeh”

Perjalanan dari rumah gue ke tangcit menghabiskan waktu satu jam. Gue bener-bener enggak enak udah ngebuat dia nunggu. Di jalanpun gue lagi-lagi enggak di kasih kode oleh Tuhan alias gue enggak punya firasat buruk. Gue mengemudi motor dengan normal dan tanpa rasa deg-degan. Akhirnya setelah membunuh selama satu jam. Gue sampe di tangcit. Gue langsung memarkirkan motor gue di dalam mall. Tujuannya sih agar kerumah bos menggunakan motor Topan. Karena jujur aja, gue males kalo harus pake motor gue, bensinnya boros.

“lu enggak bawa motor bray?” tanya Topan selepas bersalaman dengan gue

“kga bang, naik gojek tadi turun di depan. Gue masuk mall dulu beli sesuatu” jawab gue berbohong

“oh yaudah pake motor gue aja ya ke rumah bosnya”

“iya bang”

Gue sampai ke tangcit seiktar pukul delapan malam. Dan Topan sampai pada pukul 5. Dia mengaku menempuh jarak dari bekasi. Tentunya dia sangat sabar menunggu gue. Hingga pada pertemuan pun dia mengeluh tentang pinggangnya yang sakit dan kami enggak langsung berangkat kerumah bosnya. Kami ngopi-ngopi dulu sambil dia memberitahu pertanyaan-pertanyaan yang akan gue hadapi ketika bertemu bosnya nanti.

“bang gue kan enggak pengalaman di properti. Apakah bisa?” tanya gue

“slow. Gue bilangnya lu pengalaman 3 bulan di properti. Bohong ajalah dia nggak bakal cek detail” jawab Topan

“terus apa aja yang harus gue jawab?” tanya gue lagi

“ya misal harga, pernah pengalaman dimana, pernah ngejual berapa unit, pokoknya seacrh aja di google tentang perumahan. Cari ukuran, harga, lokasinya strategis apa kaga. Buat modal wawasan lu aja sih. Hehe” jelas Topan ke gue

Mendengar penjelasannya tersebut membuat gue semakin yakin bahwa Topan memang sudah berpengalaman. Apalagi dia menunjukan bank nobu sebagai bank partner Meikarta selama kami bekerja nanti. Meskipun kami baru kenal di thamrin kemarin. Gue udah sangat mempercayainya karena pengalamannya tersebut. Dan gue harus jelaskan berulang kali, gue enggak punya pikiran buruk terhadapnya sampe pertemuan dan berbincang malam itu.

Sekitar pukul sembilan malam kami berangkat ke daerah puri beta ciledug. Kata Topan, untuk menemui bosnya dirumah. Jujur gue udah pernah ke daerah itu selama dua kali. Tapi hanya lewat. Karena pada saat gue melewati jalur tersebut gue hendak menuju Blok M dan menuju Universitas Budi Luhur. Masuk ke perumahannya belum pernah.

Sampailah gue dan Topan di pintu perumahan. Sebenarnya bukan pintu juga sih. Lebih tepatnya gang. Gang menuju perumahan mungkin, gue juga enggak terlalu paham. Pokoknya keheningan menemani kami berdua malam itu. Sesekali memang ada abang grab atau gojek tapi tak lama pergi lagi. Mungkin hanya numpang kencing atau mencari penumpang. Jika di bilang menyeramkan, tempatnya tak terlalu menyeramkan karena di dekat gue dan Topan pun ada Indomaret. Hanya saja hening dan sepi kadang membuat bulu kuduk gue beridiri. Gue samaa sekali enggak takut terhadap hantu attau semacamnya karena mereka tak mungkin bisa membunuh gue. yang gue takutkan adalah ada segerombol orang yang tiba-tiba datang lalu ah sudahlah gue buang pikiran itu jauh-jauh. Setidaknya gue merasa aman karena ada Topan. Setidaknya gue enggak sendirian.

“bray gue ke indomaret dulu yak” izin Topan ke gue

“oh iya bang”

Sekitar dua puluh menit gue ditinggal sendirian di tempat hening itu. Kemudian Topan datang kembali.

“bray belum dateng bosnya?”

“belum bang, lama bener si” jawab gue kesal

“coba minjem hp lu buat nelpon. Hp gue mati” jelas Topan

Lalu gue kasih handphone gue. Enggak lama datenglah sekumpulan orang berjumlah 5 orang. Termasuk Topan dan gue jadinya berjumlah 7 orang. Menggunkan jaket. Membawa motor. Dan menggunkan kupluk di jaketnya. Gue enggak bisa ngeliat percis wajah-wajahnya. Gue enggak tau pasti juga tuh orang-orang mau ngapain. Gue enggak mengeluarkan kata sedikitpun. Suasana masih hening.

“gue udah dapet handphonenya, cabut” suara Topan memecah keheningan malam itu. Kemudian mereka pergi meninggalkan gue termasuk si Topan.

Gue mengeryitkan dahi. Kaki gue lemes. Gue berjalan menuju keluar gang. Tuhan untungnya masih berbaik hati ke gue. Gue dipertemukan dengan seorang bapak-bapak yang kebetulan sedang memainkan handphone. Dan disaat itu hati gue yang tadinya deg-degan, seketika lega. Entahlah nafas gue jadi teratur saat gue ketemu bapak-bapak itu.

“bang gojek bukan?” tanya gue ke bapak-bapak tersebut

“oh bukan, saya grab.” Jawab bapak-bapak itu sambil tersenyum

“bang tolong anter saya ke tangcit bang. Saya abis kena tipu sama orang” pinta gue dengan nada memohon

Awalnya abang itu menolak karena pada saat itu waktu menunjukan pukul setengah sebelas malam. Dia mengatakan bahwa anak dan istrinya sudah menunggu dirumah. Namun gue tetap memohon pada bapak-bapak itu untuk mengantarkan gue.

“bang tolong bang. Saya beneran enggak nipu, ini kunci motor saya ada, karcis parkir juga ada nih bang bacaannya Tangcity” jelas gue sambil menunjukan karcis parkir dan kunci motor gue

“ohh iya yak. Kamu kok bisa sih ketipu gitu?”

“ceritanya panjang bang”

“oh yaudah sebentar saya orderin aja. Soalnya beneran saya enggak bisa” jelas abang grab itu

“iya bang gpp. Yang penting saya bisa pulang”

Kurang lebih sepuluh menit ternyata benar. Abang grab lainnya datang.

“bang tolong anterin anak ini ke Tangcity ya. Kasian dia abis kena tipu” jelas abang grab kepada rekannya itu

Kemudian rekan abang grab itu setuju. Dan mengantar gue. Disepanjang perjalanan banyak hal yang gue ceritakan tentang kejadian penipuan itu. Entahlah gue merasa ada rasa aman dan lega ketika gue sudah nik grab dan bercerita banyak kepada drivernya. Gue kembali bisa menghela nafas secara normal ketika sudah bercerita. Dia (abang grab) juga menyarankan gue agar selalu berhati-hati dengan orang baru. Walaupun kita tak pernah berbuat jahat, tapi kejahatan selalu mengintai kita. Begitulah petuahnya.

Harusnya gue sadar, sebaik apapun orang baru, tetaplah orang baru. Gue belum tau lokasi rumahnya dimana. Gue juga belum tau temen-temen dia siapa. Gue juga belum tau tentang pekerjaan sehari-harinya apa. Dan sayangnya gue bodoh dalam berpikir seperti itu. Gue langsung menilai bahwa Topan adalah orang baik. Orang yang sangat gue percayai malam itu. Meskipun gue tau kadang yang yang sangat di percaya malah balik berkhianat.

Tapi meskipun begitu gue tetap bersyukur karena dompet dan motor gue aman. Terus gue juga pulang kerumah dengan keadaan normal, tanpa babak belur, tanpa luka, dan tentunya tanpa ada yang sakit. Semua sudah di rencanakan Tuhan. Kadang gue juga mikir Tuhan mungkin cemburu karena jika ada handphone itu, gue selalu memprioritaskan handphone ketimbang Tuhan. Kemudian gue juga selalu yakin bahwa setiap yang hilang, pasti akan diganti dengan yang lebih baik atau yang lebih bagus. Tuhan juga mungkin sayang kepada gue agar gue segera membeli handphone baru. Yah namanya musibah, pasti ada pelajaran dan ada penyeselan. Semoga kisah gue ini menjadi pelajaran buat kalian-kalian yang baca. Dan semoga orang-orang jahat di bumi ini cepat bertobat. Aminnnnn...


See you...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar