Sabtu, 01 April 2017

Mamahku Sayang

Tidak terasa hari begitu cepat berlalu. Patah hati yang kemarin terasa perih sudah usang di makan waktu. Kini aku mulai menata hidup yang baru yang tentunya dengan orang-orang yang baru. Aku sadar bahwa patah hati bukanlah sebuah musibah. Ia hanya ingin kita berkembang, ia hanya ingin kita belajar, bahwa sejatinya orang-orang yang datang memang sudah seharusnya untuk pergi menghilang.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai bisa berjalan kembali. Aku mulai bisa menyusun cita-cita yang sempat terhambat kemarin. Tentunya aku tidak sendiri dalam mengatasi permasalahan hati. Aku juga manusia. Perlu seorang teman untuk menemani. Atau bahkan untuk berbagi cerita. Ia datang dengan begitu hangat. Ia menyambutku dengan senyuman yang tidak di buat-buat. Ia menyadari bahwa aku perlu seseorang.

Aku samarkan namanya menjadi viona. Ia lahir tanggal tujuh november. Berjarak dua hari dari tanggal kelahiranku yang lebih dulu lahir yaitu tanggal lima november. Hanya saja kita berbeda tahun kelahiran. Ia lahir jauh sebelum aku lahir. Tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh satu ia sudah berada di bumi. Kemudian setelah empat tahun berlalu aku mulai mengenal bumi. Belum bisa mengenalnya.

Kami saling kenal di kampus. Kebetulan sekelas. Saat pertama kali melihatnya seolah mataku tak mau berhenti memandangnya. Aku ingin mengetahui namanya. Seingatku dulu pada saat semester satu, ia belum memakai kerudung. Rambutnya yang panjang indah terurai dengan warna pirang. Aku berpikir dia adalah termasuk ke dalam perempuan-perempuan nakal yang suka nongkrong sampai jam dua belas malam. Entah mengapa aku bisa berpikir demikian. Yang jelas aku tahu dia adalah perempuan yang asik bila di ajak berbincang.

Sungguh aku sama sekali tidak berniat untuk mengencaninya atau memcarinya. Aku hanya ingin berkenalan dan membahas banyak hal dengannya. Namun apalah daya aku hanyalah laki-laki yang payah. Ketika ingin menyapa perempuan, aku selalu membuat banyak pertimbangan. Aku tahu itu itu sangat tidak baik jika aku ingin memiliki banyak teman. sampai pada akhirna kalimat pertamaku keluar untuknya. Saat itu viona sedang memberi informasi bahwa ia lulus SMK pada tahun dua ribu sepuluh. “hahahaha tua” kalimat itu tiba-tiba keluar dari mulutku. Aku memang tipe orang yang asal dalam berbicara. Teman-temanku menyebutnya “ceplas-ceplos”

Aku tidak ingat ia mengatakan apa pada saat itu. Yang jelas viona melakukan pembelaan diri bahwa dirinya terlihat lebih muda ketimbang diriku. Aku hanya tertawa dan coba mendengar perkenalan-perkanalan yang di lakukan mahasiswa lain. Dari situ aku menilai bahwa viona adalah tipe perempuan yang asik di ajak berbincang. Aku beranggapan wawasan ia luas karena kabarnya ia lulusan D3 di BSI. Aku lupa jurusan apa.

Viona adalah mahasiswi yang pintar. Analisa dan gaya ketika presentasi sangat menarik perhatian. Aku akui dia memang sudah berpengalaman di dunia perkuliahan. Indeks Prestasi dari semester satu hingga semester empat ini selalu cumlaude. Berbeda denganku. Nilai nilaiku hanya pas-pasan dan tidak pernah mencapai nilai cumlaude. Dalam berbahasa inggris viona jelas lebih unggul ketimbang diriku. Aku bahkan pernah memintanya untuk mengajariku berbahasa inggris. Pokoknya viona adalah tipe perempuan yang sulit di cari.

Pernah suatu ketika aku mendapat kabar bahwa viona kecewa dengan salah satu temanku. Sebut saja bolu. Mengapa aku sebut bolu? Karena badannya yang gemuk dan enak untuk di buat tempat bersandar. Aku tidak menyangka bahwa viona termasuk ke dalam perempuan yang baperan. Padahal bolu dan viona tadinya adalah teman satu tongkrongan. Karena keduanya menuai konflik, tongkrongan jadi sepi

“eh kok si viona kayanya lagi selek ya sama bolu? Masalah apa sih?” tanyaku penasaran kepada seorang teman bolu juga yang bernama nabel. Selek itu kata gaul yang berarti sedang musuhan atau marahan.

“oh iya ndri viona kan baperan. jadi ngerasa di PHP-in gitu sama bolu” nabel menjawab

“emang beneran di PHP-in mamah gue?” tanyaku makin penasaran

“ya gak tau ndri. Hahaha mamah mamah aja lu. Emangnya dia emak lu” ejek nabel kepadaku

“gue sayang dia bel” kalimat itu tidak jadi aku olantarkan karena rasa maluku lebih besar

Mengetahui akan hal tersebut, aku dan teman-teman memiliki cara untuk membuat mereka baik kembali. Karena tongkrongan kami perlu orang seperti viona dan bolu. Ide cemerlang muncul dari kepala nabel. Kebetulan waktu itu nabel memegang sebuah voucher karokean di daerah serpong. Nah nabel mengajak viona tanpa sepengetahuan bolu. Bolu pun demikian, di ajak nabel juga tapi tentunya viona tidak mengetahui.

“gue enggak mau ikut ya kalo ada bolu” tegas viona kepada nabel saat itu yang sedang aku intip dari kejauhan

“iya vi, tenang aja. Pokoknya kita-kita aja yang nongkrong” jawab nabel dengan mengikutsertakan senyuman di wajahnya

Akhirnya kami berangkat ke tempat karaoke setelah memastikan mata kuliah sudah benar-benar kosong. Kebetulan saat itu ada mata kuliah yang kosong karena dosennya sedang tidak sehat. Bukannya kami bersyukur dengan kabar itu. Tapi nyatanya memang demikian. Karena lebih cepat ke tempat karaoke akan lebih baik. Kami berbondong-bondong turun dari lantai dua menuju lantai dasar. Di tengah-tengah kami berjalan menuruni tangga, aku sempat mendekati bolu dan berkata “lu ikut ya bol” bolu tersenyum sambil mengangguk guna meyakinkan gue bahwa dia akan ikut.

“oh iya ndri lu duluan aja sama anak-anak. Nanti gue nyusul sama bang budi.” Ucap bolu begitu sampai di lantai dasar. Sebagai informasi bang budi adalah abang gue juga. Dia sangat baik. Sama seperti viona. Hanya mereka berdualah yang percaya bahwa gue akan menjadi penulis besar nantinya.

“serius ya bol? JANGAN PHP” aku berbisik di kupingnya

“hahahaha iya ndri iya gue pasti nyusul. Gue bareng bang budi kok” jawab bolu sambil tertawa

Tidak ingin kesorean kami pun bergegas berangkat. Ada hal yang terjadi dimana aku merasa tidak enak hati. Nabel ingin pergi di bonceng olehku. Padahal jelas-jelas disitu ada pacarnya. Sebut saja Aji. Aku berteman baik dengan aji karena pada saat semester dua aji masih aktif kuliah dan bekerja di perusahaan yang sama denganku. Aku sangat tidak enak hati kepada aji. Padahal aku dan nabel tidak ada hubungan khusus. Tidak lebih hanya sekedar teman nongkrong.

“gue mau bareng andri” tegas nabel dengan suuara agak sedikit kencang. Aku tau itu semata-mata hanya ingin aji mendengar

“tapi bel, kan jelas-jelas aji pacar lu. Masa lu di bonceng gue sih” aku tetap menjaga perasaan aji

“biarin dih. Ajinya juga gpp” jawab nabel dengan sewot

“emang iya ji gpp? Beneran gue gak ada hubungan apa-apa ji sama pacar lu” aku masih tetap berusaha meyakinkan aji bahwa aku dan nabel hanya sebatas teman

“iya ndri gpp. Gua percaya kok”

Dengan rasa berat hati, aku terpaksa pergi dengan nabel. Sepanjang perjalanan nabel bercerita tentang aji. Katanya aji adalah orang yang over protective. Nabel merasa tidak nyaman. Segala bentuk interaksi dengan laki-laki aji larang. Sedangkan nabel sendiri berprofesi sebagai marketing. Dengan profesinya tersebut nabel memang di wajibkan untuk bisa terus berkomunikasi dengan siapa saja. Termasuk laki-laki. Bahkan katanya, aji pernah melarang nabel untuk dekat-dekat bang budi. Aku sih hanya tertawa mendengar cerita nabel. Kemudian munculah sebuah pertanyaan untuk nabel “nanti jangan-jangan aji mikir macem-macem ya bel tentang gue yang boncengin lu?”

“hahahahaha bisa jadi ndri” jawab nabel tertawa

Sesampainya di tempat karaoke, aku tidak melihat teman-teman.

“ini anak-anak pada kemana bel? Masa pada nyasar ke serpong doang?” tanyaku pada nabel dengan nada sombong

“songong lu. Lu juga nyasar kalo gak bareng gue. hahahahaha” jawab nabel tertawa

Nabel terlihat sedang sibuk dengan handphonenya. Mungkin sedang menghubungi teman-teman yang lain. Aku hanya duduk di motor sambil mendengarkan lagu mirrors yang di nyanyikan oleh boyce avenue. Lagu itu menjadi urutan teratas di playlist handphoneku. Alasannya karena enak di dengar, enggak lebih. Aku juga sesekali memikirkan viona. Aku ingin sekali berduet menyanyikan lagu mirrors dengan viona. Suara viona aku akui cukup bagus, tidak fals. Aku sering mendengarkannya nyanyi di kelas walau pandanganku tidak ke arahnya. Berbeda dengan suaraku. Aku tidak ingin menjelaskannya karena aku pribadi pun merasa memiliki suara yang aneh.

Tak lama semua teman-teman telah sampai. Termasuk viona. Lain halnya dengan bolu dan bang budi. Mereka berdua belum datang. Aku masih berpikiran positive bahwa mereka akan datang segera. Kami memesan kamar yang berukuran sedang dengan kapasitas 8-11 orang. Karena kebetulan rombongan kami ada sembilan orang termasuk bang budi dan bolu.

Karaoke di mulai. Aku masih belum mempunyai hasrat untuk bernyanyi. Karena memang sifatku sedari dulu adalah lebih sering memperhatikan daripada langsung bertindak. Aku memperhatikan teman-teman yang sedang bernyanyi. Ada yang menyanyikan lagu galau, bahagia, dangdut, dan sebagainya. Aku masih menunggu kehadiran bolu dan bang budi. Karena tanpa mereka rasanya berbeda sekali. Aku ingin melihat bolu dan viona akur kembali. Tidak usah saling membenci hanya karena perasaan. Lebih baik berteman dan berbagi cerita di tempat tongkrongan.

Karena rasa gelisah terus datang, aku coba ingin mengirimkan pesan singkat kepada bang budi. Walau hanya bertanya “dimana bang?” setidaknya hatiku tenang. Belum sempat aku ketikan kalimat tersebut. Tiba-tiba mereka berdua datang. “ah akhirnya” kataku di dalam hati. Bang budi dan bolu langsung menghampiriku dan kita saling bersalaman.

“sorry nih telat. Ada urusan dulu tadi ndri” ucap bang budi

“oh iya bang gpp. Pahamlah orang sibuk mah” jawabku

“tuhkan ndri kita pasti nyusul” bolu menimpali serta bang budi hanya tertawa. "kita" yang di maksudkan bolu adalah dirinya dan bang budi.

Lengkap sudah personil tongkrongan di kampus. Aku pun akhirnya memberanikan diri untuk bernyanyi. Karena ramai, aku di haruskan untuk mengantri. Sesuai mimpiku di awal, aku ingin duet bernyanyi bersama viona. Lagu yang ingin aku nyanyikan adalah mirrors dan beuaty and the beat. Sesekali mataku melirik ke arah viona dan bolu. Wajah keduanya masih terlihat canggung. Mungkin juga sama-sama tak menyangka bahwa mereka bisa bertemu di tempat yang sama. Ya kami sengaja ingin kalian tidak kalah oleh sebuah rasa. Karena hubungan yang panjang adalah hubungan pertemanan, bukan pacaran.

Entah setelah kejadian di karaoke atau bukan. Sekitar sebulan pasca acara karaokean itu, Viona dan bolu sudah tidak terlihat canggung lagi. Entah karena apa aku tak tahu pasti alasannya.  Yang pasti aku dan teman-teman senang. Dan semenjak kejadian duet itu. Viona jadi peduli kepadaku. Viona sering mengejekku. Viona juga sering memotivasiku untuk terus menulis. Ia terus memberikanku semangat bahwa kelak aku akan menjadi penulis besar di masa depan. Aku hanya tertawa. Tak terbayang bila sampai jadi penulis besar. Karena cita-cita dekatku hanya satu. melahirkan sebuah buku.

Viona juga peduli tentang asmaraku. Ceritanya saat itu aku sedang baru putus dengan pacarku. Lalu sikapku berbeda di media sosial. viona tiba-tiba saja datang. Padahal saat itu aku sedang hancur dan kacau karena aku baru saja di jadikan korban pelarian. Aku hargai keberanian viona. Mungkin karena ia sudah pernah melewati fase seperti diriku. Ia memberikanku sebauh wejangan. Sangat mengena sekali di pikiran. Viona berkata “seburuk apapun mantan, ia adalah orang yang pernah kita sayang, yang pernah kita jaga aibnya, yang pernah kita tutupi keburukannya” kemudian aku terdiam. Benar juga yang di katakan viona. Ia mampu membuatku berpikir jernih. Seolah gelap ia usir dari kehidupanku. “aku mungkin tidak selalu bisa menemani hari-harimu. Tapi aku akan berusaha untuk tetap ada jika kamu tersesat nak” sambungnya dengan manatap mataku. Asli ia seperti mamah bagiku. Ia tahu apa yang aku rasakan. Ia paham dengan keadaan hatiku pada saat itu.

Sejak saat itulah aku jadi merasa bersyukur di pertemukan olehnya. Ketika aku bertanya mengapa ia sampai sepaham itu denganku, ia hanya menjawab "kita kan sama-sama scorpio ndri". Mungkin jika dahulu ia tidak peduli padaku, aku takkan bisa menjalani hidup dengan benar pasca patah hati. Mungkin jika tidak bertemu dia, aku sudah terpuruk dengan kesedihan-kesedihan yang sia-sia. Aku merasa hanya dia yang mengerti perasaanku di dunia. Andai umurku tidak berjarak jauh dengannya. Aku ingin menyayanginya lebih dari dari sekedar mamah. Aku ingin menjaganya lebih dari sekedar mamah. Aku ingin mencintainya. Karena jarang sekali menemukan perempuan cantik dan pintar saat ini. kemudian yang aku suka ia selalu yakin denganku yang akan menjadi penulis. Hanya dia satu-satunya orang yang yakin dan menyampaikannya secara langsung padaku.

Dari perbedaan umur kami yang terbilang yang cukup jauh. Aku memanggilnya dengan sebutan mamah. “hahahahaha” viona tertawa ketika aku mulai menyebutnya mamah di semua tempat. Pokoknya dimanapun. Bahkan di media sosial. Tapi jauh di lubuk hatiku aku ingin umurku hanya berjarak dekat dengannya agar ia bisa aku nikahi. Aku selalu berdo’a agar di pertemukan perempuan seperti viona lagi. Yang lebih muda dariku pastinya.

Terakhir di tulisanku aku ingin mendo’akan viona agar segera menikah. Tentunya dengan pria yang baik. Yang tulus menyayanginya. Yang tulus mencintainya. Karena aku akan jadi orang pertama yang sedih tatkala kelak ia di nikahi dengan pria jahat. Aku juga sering mengejeknya dengan pertanyaan “kapan nikah mah? Aku udah gak sabar pengen punya papah”


“hahahaha do’ain aja ya andry” jwb viona sambil tertawa.

2 komentar:

  1. Terharu biru andry :(
    Makin jago nulisnya..
    lu bkin perasaan gw campur aduk bacanya..
    ada pengen marah, malu, ketawa sih kebanyakan!! Hahahahah
    You did it well.. keep in fight!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin amin. Hahahaha makasih ya fans :P di tunggu koreksi berikutnya. wkwk

      Hapus