Tidak terasa hari begitu cepat berlalu. Patah hati yang
kemarin terasa perih sudah usang di makan waktu. Kini aku mulai menata hidup
yang baru yang tentunya dengan orang-orang yang baru. Aku sadar bahwa patah
hati bukanlah sebuah musibah. Ia hanya ingin kita berkembang, ia hanya ingin
kita belajar, bahwa sejatinya orang-orang yang datang memang sudah seharusnya
untuk pergi menghilang.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai bisa berjalan kembali.
Aku mulai bisa menyusun cita-cita yang sempat terhambat kemarin. Tentunya aku
tidak sendiri dalam mengatasi permasalahan hati. Aku juga manusia. Perlu
seorang teman untuk menemani. Atau bahkan untuk berbagi cerita. Ia datang
dengan begitu hangat. Ia menyambutku dengan senyuman yang tidak di buat-buat.
Ia menyadari bahwa aku perlu seseorang.
Aku samarkan namanya menjadi viona. Ia lahir tanggal tujuh
november. Berjarak dua hari dari tanggal kelahiranku yang lebih dulu lahir
yaitu tanggal lima november. Hanya saja kita berbeda tahun kelahiran. Ia lahir
jauh sebelum aku lahir. Tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh satu ia
sudah berada di bumi. Kemudian setelah empat tahun berlalu aku mulai mengenal
bumi. Belum bisa mengenalnya.
Kami saling kenal di kampus. Kebetulan sekelas. Saat pertama
kali melihatnya seolah mataku tak mau berhenti memandangnya. Aku ingin
mengetahui namanya. Seingatku dulu pada saat semester satu, ia belum memakai
kerudung. Rambutnya yang panjang indah terurai dengan warna pirang. Aku
berpikir dia adalah termasuk ke dalam perempuan-perempuan nakal yang suka
nongkrong sampai jam dua belas malam. Entah mengapa aku bisa berpikir demikian.
Yang jelas aku tahu dia adalah perempuan yang asik bila di ajak berbincang.
Sungguh aku sama sekali tidak berniat untuk mengencaninya
atau memcarinya. Aku hanya ingin berkenalan dan membahas banyak hal dengannya.
Namun apalah daya aku hanyalah laki-laki yang payah. Ketika ingin menyapa
perempuan, aku selalu membuat banyak pertimbangan. Aku tahu itu itu sangat
tidak baik jika aku ingin memiliki banyak teman. sampai pada akhirna kalimat
pertamaku keluar untuknya. Saat itu viona sedang memberi informasi bahwa ia
lulus SMK pada tahun dua ribu sepuluh. “hahahaha tua” kalimat itu tiba-tiba
keluar dari mulutku. Aku memang tipe orang yang asal dalam berbicara.
Teman-temanku menyebutnya “ceplas-ceplos”
Aku tidak ingat ia mengatakan apa pada saat itu. Yang jelas
viona melakukan pembelaan diri bahwa dirinya terlihat lebih muda ketimbang
diriku. Aku hanya tertawa dan coba mendengar perkenalan-perkanalan yang di
lakukan mahasiswa lain. Dari situ aku menilai bahwa viona adalah tipe perempuan
yang asik di ajak berbincang. Aku beranggapan wawasan ia luas karena kabarnya
ia lulusan D3 di BSI. Aku lupa jurusan apa.
Viona adalah mahasiswi yang pintar. Analisa dan gaya ketika
presentasi sangat menarik perhatian. Aku akui dia memang sudah berpengalaman di
dunia perkuliahan. Indeks Prestasi dari semester satu hingga semester empat ini
selalu cumlaude. Berbeda denganku. Nilai nilaiku hanya pas-pasan dan tidak
pernah mencapai nilai cumlaude. Dalam berbahasa inggris viona jelas lebih
unggul ketimbang diriku. Aku bahkan pernah memintanya untuk mengajariku
berbahasa inggris. Pokoknya viona adalah tipe perempuan yang sulit di cari.
Pernah suatu ketika aku mendapat kabar bahwa viona kecewa
dengan salah satu temanku. Sebut saja bolu. Mengapa aku sebut bolu? Karena
badannya yang gemuk dan enak untuk di buat tempat bersandar. Aku tidak
menyangka bahwa viona termasuk ke dalam perempuan yang baperan. Padahal bolu
dan viona tadinya adalah teman satu tongkrongan. Karena keduanya menuai
konflik, tongkrongan jadi sepi
“eh kok si viona kayanya lagi selek ya sama bolu? Masalah
apa sih?” tanyaku penasaran kepada seorang teman bolu juga yang bernama nabel.
Selek itu kata gaul yang berarti sedang musuhan atau marahan.
“oh iya ndri viona kan baperan. jadi ngerasa di PHP-in gitu
sama bolu” nabel menjawab
“emang beneran di PHP-in mamah gue?” tanyaku makin penasaran
“ya gak tau ndri. Hahaha mamah mamah aja lu. Emangnya dia
emak lu” ejek nabel kepadaku
“gue sayang dia bel” kalimat itu tidak jadi aku olantarkan
karena rasa maluku lebih besar
Mengetahui akan hal tersebut, aku dan teman-teman memiliki
cara untuk membuat mereka baik kembali. Karena tongkrongan kami perlu orang
seperti viona dan bolu. Ide cemerlang muncul dari kepala nabel. Kebetulan waktu
itu nabel memegang sebuah voucher karokean di daerah serpong. Nah nabel
mengajak viona tanpa sepengetahuan bolu. Bolu pun demikian, di ajak nabel juga
tapi tentunya viona tidak mengetahui.
“gue enggak mau ikut ya kalo ada bolu” tegas viona kepada
nabel saat itu yang sedang aku intip dari kejauhan
“iya vi, tenang aja. Pokoknya kita-kita aja yang nongkrong”
jawab nabel dengan mengikutsertakan senyuman di wajahnya
Akhirnya kami berangkat ke tempat karaoke setelah memastikan
mata kuliah sudah benar-benar kosong. Kebetulan saat itu ada mata kuliah yang
kosong karena dosennya sedang tidak sehat. Bukannya kami bersyukur dengan kabar
itu. Tapi nyatanya memang demikian. Karena lebih cepat ke tempat karaoke akan
lebih baik. Kami berbondong-bondong turun dari lantai dua menuju lantai dasar.
Di tengah-tengah kami berjalan menuruni tangga, aku sempat mendekati bolu dan
berkata “lu ikut ya bol” bolu tersenyum sambil mengangguk guna meyakinkan gue
bahwa dia akan ikut.
“oh iya ndri lu duluan aja sama anak-anak. Nanti gue nyusul
sama bang budi.” Ucap bolu begitu sampai di lantai dasar. Sebagai informasi
bang budi adalah abang gue juga. Dia sangat baik. Sama seperti viona. Hanya
mereka berdualah yang percaya bahwa gue akan menjadi penulis besar nantinya.
“serius ya bol? JANGAN PHP” aku berbisik di kupingnya
“hahahaha iya ndri iya gue pasti nyusul. Gue bareng bang
budi kok” jawab bolu sambil tertawa
Tidak ingin kesorean kami pun bergegas berangkat. Ada hal
yang terjadi dimana aku merasa tidak enak hati. Nabel ingin pergi di bonceng
olehku. Padahal jelas-jelas disitu ada pacarnya. Sebut saja Aji. Aku berteman
baik dengan aji karena pada saat semester dua aji masih aktif kuliah dan
bekerja di perusahaan yang sama denganku. Aku sangat tidak enak hati kepada aji.
Padahal aku dan nabel tidak ada hubungan khusus. Tidak lebih hanya sekedar
teman nongkrong.
“gue mau bareng andri” tegas nabel dengan suuara agak
sedikit kencang. Aku tau itu semata-mata hanya ingin aji mendengar
“tapi bel, kan jelas-jelas aji pacar lu. Masa lu di bonceng
gue sih” aku tetap menjaga perasaan aji
“biarin dih. Ajinya juga gpp” jawab nabel dengan sewot
“emang iya ji gpp? Beneran gue gak ada hubungan apa-apa ji
sama pacar lu” aku masih tetap berusaha meyakinkan aji bahwa aku dan nabel
hanya sebatas teman
“iya ndri gpp. Gua percaya kok”
Dengan rasa berat hati, aku terpaksa pergi dengan nabel.
Sepanjang perjalanan nabel bercerita tentang aji. Katanya aji adalah orang yang
over protective. Nabel merasa tidak nyaman. Segala bentuk interaksi dengan
laki-laki aji larang. Sedangkan nabel sendiri berprofesi sebagai marketing.
Dengan profesinya tersebut nabel memang di wajibkan untuk bisa terus
berkomunikasi dengan siapa saja. Termasuk laki-laki. Bahkan katanya, aji pernah
melarang nabel untuk dekat-dekat bang budi. Aku sih hanya tertawa mendengar
cerita nabel. Kemudian munculah sebuah pertanyaan untuk nabel “nanti
jangan-jangan aji mikir macem-macem ya bel tentang gue yang boncengin lu?”
“hahahahaha bisa jadi ndri” jawab nabel tertawa
Sesampainya di tempat karaoke, aku tidak melihat
teman-teman.
“ini anak-anak pada kemana bel? Masa pada nyasar ke serpong
doang?” tanyaku pada nabel dengan nada sombong
“songong lu. Lu juga nyasar kalo gak bareng gue. hahahahaha”
jawab nabel tertawa
Nabel terlihat sedang sibuk dengan handphonenya. Mungkin
sedang menghubungi teman-teman yang lain. Aku hanya duduk di motor sambil
mendengarkan lagu mirrors yang di nyanyikan oleh boyce avenue. Lagu itu menjadi
urutan teratas di playlist handphoneku. Alasannya karena enak di dengar, enggak
lebih. Aku juga sesekali memikirkan viona. Aku ingin sekali berduet menyanyikan
lagu mirrors dengan viona. Suara viona aku akui cukup bagus, tidak fals. Aku
sering mendengarkannya nyanyi di kelas walau pandanganku tidak ke arahnya.
Berbeda dengan suaraku. Aku tidak ingin menjelaskannya karena aku pribadi pun
merasa memiliki suara yang aneh.
Tak lama semua teman-teman telah sampai. Termasuk viona.
Lain halnya dengan bolu dan bang budi. Mereka berdua belum datang. Aku masih
berpikiran positive bahwa mereka akan datang segera. Kami memesan kamar yang
berukuran sedang dengan kapasitas 8-11 orang. Karena kebetulan rombongan kami
ada sembilan orang termasuk bang budi dan bolu.
Karaoke di mulai. Aku masih belum mempunyai hasrat untuk
bernyanyi. Karena memang sifatku sedari dulu adalah lebih sering memperhatikan
daripada langsung bertindak. Aku memperhatikan teman-teman yang sedang
bernyanyi. Ada yang menyanyikan lagu galau, bahagia, dangdut, dan sebagainya. Aku
masih menunggu kehadiran bolu dan bang budi. Karena tanpa mereka rasanya
berbeda sekali. Aku ingin melihat bolu dan viona akur kembali. Tidak usah
saling membenci hanya karena perasaan. Lebih baik berteman dan berbagi cerita
di tempat tongkrongan.
Karena rasa gelisah terus datang, aku coba ingin mengirimkan
pesan singkat kepada bang budi. Walau hanya bertanya “dimana bang?” setidaknya
hatiku tenang. Belum sempat aku ketikan kalimat tersebut. Tiba-tiba mereka
berdua datang. “ah akhirnya” kataku di dalam hati. Bang budi dan bolu langsung
menghampiriku dan kita saling bersalaman.
“sorry nih telat. Ada urusan dulu tadi ndri” ucap bang budi
“oh iya bang gpp. Pahamlah orang sibuk mah” jawabku
“tuhkan ndri kita pasti nyusul” bolu menimpali serta bang
budi hanya tertawa. "kita" yang di maksudkan bolu adalah dirinya dan bang budi.
Lengkap sudah personil tongkrongan di kampus. Aku pun akhirnya
memberanikan diri untuk bernyanyi. Karena ramai, aku di haruskan untuk
mengantri. Sesuai mimpiku di awal, aku ingin duet bernyanyi bersama viona. Lagu
yang ingin aku nyanyikan adalah mirrors dan beuaty and the beat. Sesekali mataku
melirik ke arah viona dan bolu. Wajah keduanya masih terlihat canggung. Mungkin
juga sama-sama tak menyangka bahwa mereka bisa bertemu di tempat yang sama. Ya kami
sengaja ingin kalian tidak kalah oleh sebuah rasa. Karena hubungan yang panjang
adalah hubungan pertemanan, bukan pacaran.
Entah setelah kejadian di karaoke atau bukan. Sekitar sebulan
pasca acara karaokean itu, Viona dan bolu sudah tidak terlihat canggung lagi. Entah
karena apa aku tak tahu pasti alasannya. Yang pasti aku dan teman-teman senang. Dan semenjak
kejadian duet itu. Viona jadi peduli kepadaku. Viona sering mengejekku. Viona juga
sering memotivasiku untuk terus menulis. Ia terus memberikanku semangat bahwa
kelak aku akan menjadi penulis besar di masa depan. Aku hanya tertawa. Tak terbayang
bila sampai jadi penulis besar. Karena cita-cita dekatku hanya satu. melahirkan
sebuah buku.
Viona juga peduli tentang asmaraku. Ceritanya saat itu aku
sedang baru putus dengan pacarku. Lalu sikapku berbeda di media sosial. viona
tiba-tiba saja datang. Padahal saat itu aku sedang hancur dan kacau karena aku
baru saja di jadikan korban pelarian. Aku hargai keberanian viona. Mungkin karena
ia sudah pernah melewati fase seperti diriku. Ia memberikanku sebauh wejangan. Sangat
mengena sekali di pikiran. Viona berkata “seburuk apapun mantan, ia adalah
orang yang pernah kita sayang, yang pernah kita jaga aibnya, yang pernah kita
tutupi keburukannya” kemudian aku terdiam. Benar juga yang di katakan viona. Ia
mampu membuatku berpikir jernih. Seolah gelap ia usir dari kehidupanku. “aku
mungkin tidak selalu bisa menemani hari-harimu. Tapi aku akan berusaha untuk
tetap ada jika kamu tersesat nak” sambungnya dengan manatap mataku. Asli ia
seperti mamah bagiku. Ia tahu apa yang aku rasakan. Ia paham dengan keadaan
hatiku pada saat itu.
Sejak saat itulah aku jadi merasa bersyukur di pertemukan
olehnya. Ketika aku bertanya mengapa ia sampai sepaham itu denganku, ia hanya menjawab "kita kan sama-sama scorpio ndri". Mungkin jika dahulu ia tidak peduli padaku, aku takkan bisa menjalani
hidup dengan benar pasca patah hati. Mungkin jika tidak bertemu dia, aku sudah
terpuruk dengan kesedihan-kesedihan yang sia-sia. Aku merasa hanya dia yang
mengerti perasaanku di dunia. Andai umurku tidak berjarak jauh dengannya. Aku ingin
menyayanginya lebih dari dari sekedar mamah. Aku ingin menjaganya lebih dari
sekedar mamah. Aku ingin mencintainya. Karena jarang sekali menemukan perempuan
cantik dan pintar saat ini. kemudian yang aku suka ia selalu yakin denganku
yang akan menjadi penulis. Hanya dia satu-satunya orang yang yakin dan
menyampaikannya secara langsung padaku.
Dari perbedaan umur kami yang terbilang yang cukup jauh. Aku
memanggilnya dengan sebutan mamah. “hahahahaha” viona tertawa ketika aku mulai
menyebutnya mamah di semua tempat. Pokoknya dimanapun. Bahkan di media sosial.
Tapi jauh di lubuk hatiku aku ingin umurku hanya berjarak dekat dengannya agar
ia bisa aku nikahi. Aku selalu berdo’a agar di pertemukan perempuan seperti
viona lagi. Yang lebih muda dariku pastinya.
Terakhir di tulisanku aku ingin mendo’akan viona agar segera
menikah. Tentunya dengan pria yang baik. Yang tulus menyayanginya. Yang tulus
mencintainya. Karena aku akan jadi orang pertama yang sedih tatkala kelak ia di
nikahi dengan pria jahat. Aku juga sering mengejeknya dengan pertanyaan “kapan
nikah mah? Aku udah gak sabar pengen punya papah”
“hahahaha do’ain aja ya andry” jwb viona sambil tertawa.
Terharu biru andry :(
BalasHapusMakin jago nulisnya..
lu bkin perasaan gw campur aduk bacanya..
ada pengen marah, malu, ketawa sih kebanyakan!! Hahahahah
You did it well.. keep in fight!!
amin amin. Hahahaha makasih ya fans :P di tunggu koreksi berikutnya. wkwk
Hapus