Sabtu, 11 Februari 2017

Terkadang, Kita Hanya Perlu Menerima

Ngingetin aja ini adalah tulisan lanjutan dari tulisan gue sebelumnya. Buat yang belum baca silahkan bisa baca DI Sini

Gue menyimpan sebuah pertanyaan terhadap yuni. Jujur gue belum percaya dengan apa yang di bilang deni bahwasannya yuni adalah seorang perempuan yang galak. Pasalnya ketika bersamanya gue merasakan biasa-biasa saja, bahkan bisa saja pada level nyaman. Yuni sepertinya tertarik dengan kisah cinta gue yang harus berakhir pahit seperti kulit manggis. Dan gue senang bisa berbagi cerita menyedihkan kepadanya.

“oh iya cong, emangnya tuh cewek cinta pertama lu? Kok lu bisa galau banget?” tanya yuni dengan mulut yang sedang mengunyah nasi goreng.

“maap ya mbak, itu nasinya mending di telen dulu deh. Takutnya keselek” Gue menyarankan

“bodo, gue penasaran kenapa bisa sih seorang cowok galau. Harusnya cowok tuh jahat. Bukan lemah kaya lu. Hahahahaha” yuni makin menjadi-jadi

Gue langsung memasang muka masam kepadanya. Melanjutkan menikmati nasi goreng yang sudah sampai setengah jalan. Gue lihat sekian kalinya yuni memegang handphone-nya. Seolah memang ada seseorang yang penting di hidupnya. Ia seperti sedang membalas pesan dari seseorang. Cukup lama ia memindah-mindahkan ibu jarinya di layar handphone. Gue jadi curiga ia sedang menulis note diary.

Meskipun malam hari, yuni tampak terlihat indah dengan ciri khasnya yaitu rambut yang di kuncir seperti kuda. Gue senang memandanginya lama-lama. Gue merasa bahwa ia adalah masa depan yang gue tuju nantinya. Ada satu hal istimewa yang gue tahu darinya. Ia mempunyai hobby yang sama dengan gue. Sering menulis. Gue bisa membayangkan ketika hidup bersamanya kelak, kami akan sama-sama menulis. Berbagi cerita dan bertukar pikiran. Namun ada satu penghalang besar ketika gue coba mendekatinya. Ya, umur kami memang berbeda. Ia mungkin lebih tua. Sedangkan gue mungkin masih di anggap bocah olehnya. Pikiran-pikiran buruk mulai menyerang otak gue saat itu.

Setelah perkenalan malam itu, kami akhirnya bertukar kontak untuk memudahkan komunikasi. Sebenarnya tujuan gue bukan untuk memudahkan komunikasi. Gue ingin lebih mudah saja jika ingin bertemu atau sekedar mengajaknya makan nasi goreng bersama kembali. Setelah malam itu, gue justru lebih sering merenung dan melamun di tengah-tengah senja. Gue selalu teringat akan teman-teman yang berada di tangerang. Hati gue sempat mengeluarkan perkataan kecil “Lu salah ndry. Lu salah” namun gue tetap saja menepisnya. Gue benar-benar egois. Mengakui kesalahan saja tak mau.

“ciyeeeee yang bisa jalan sama Yuni” tiba-tiba saja deni menghentikan lamunan gue dengan cara menabrakan dirinya. “lagi mikirin cara buat bahagiain yuni ya” sambungnya sambil senyum-senyum tidak jelas.

“apaan sih lu, kepo” gue memasang wajah sinis

“yaelah cerita kali ndry cerita” deni merayu sambil mencolek-colek bahu gue

Gue akhirnya menyuruhnya keluar dengan alasan “gue ingin tidur”. Deni akhirnya berjalan menuju keluar dengan membawa rasa kecewa. Gue rasa. Tapi gue juga ragu jika deni kecewa. Lagipula apa yang harus ia kecewakan, gue saja masih baru mengenalnya dalam beberapa hari. Hahahaha gue memang mempunyai perasaan drama yang levelnya sudah tinggi. Jika dibandingkan dengan telenovela zaman dahulu, mungkin gue akan bisa mengimbanginya saat ini.

Esoknya mentari datang dari ufuk timur dengan cahaya yang berbeda. Cahayanya agak gelap karena awan hitam yang sedikit menutupi. Gue sontak membuka jendela guna melihat pohon yang tak lagi di huni oleh burng-burung yang sedang bernyanyi. Sepertinya langit akan menangis mengeluarkan air matanya. Atau mungkin ini hanya pertanda jika gue tidak di bolehkan pergi kemana-mana. Deni sudah siap untuk melanjutkan aktifitasnya. Yakni berangkat untuk berkerja. Sementara gue masih berleha-leha di tengah kasur yang di tutupi selimut tebal. Gue benar-benar merasakan nikmatnya liburan. Yang berbeda mungkin hanya rasa sepi yang selalu menghantui.

Sepi karena jauh dari keluarga memang cukup terasa di hari ketiga. Pasalnya sarapan gue jadi tidak teratur. Biasanya mamah sudah memasak agar gue kuat menjalani hari yang tak mudah. Biasanya adik sudah membangunkan gue untuk segera menjalankan ibadah. Biasanya bapak sudah mengajak gue untuk duduk bersamanya guna menikmati kopi di pagi hari. Suasana keluarga memang sulit sekali di hilangkan. Gue jadi merasa ingin pulang saja. Namun masih ada tugas yang belum gue selesaikan di bekasi. Yakni mengetahui semua tentang yuni.

Sikap yuni yang penuh misteri membuat gue benar-benar penasaran. Gue ingin menindak lanjuti sebenarnya mengapa ia bisa menjadi perempuan galak di era yang seperti ini. apa karena ia takut di lecehkan oleh para lelaki? Entahlah, gue sangat tidak mengerti. Yuni juga terlihat baik dan bisa bercanda ketika makan bersama gue. yuni tidak segalak apa yang deni bicarakan. Ini aneh..... mungkin memang deni yang tidak bisa mengajak perempuan berkenalan. Hingga pada akhirnya yuni ingin bertemu di tempat yang sama. Gue sangat kaget karena membaca pesan singkatnya, sepertinya yuni akan membawa masalahnya kepada gue.

“cong lu tau kan cowok yang suka nganter gue pulang?” yuni memulai perbincangan kala kami sudah sampai di tempat makan biasa.

“hah? Yang mana? mbak kan suka ganti-ganti orang?” tanya gue dengan nada yang sedikit menyindir

“oh hehehehe itu yang suka bawa motor ninja” yuni cengengesan

Gue coba mengingat-ngingat tentang laki-laki yang sering mengantar yuni pulang dengan menggunakan motor ninja. Gua kebingungan, karena ada kurang lebih lima orang yang menggunakan motor ninja. Hanya saja warna dan modelnya berbeda. Gue bingung harus menjawab apa kepada yuni. Gue takut yuni bete lalu sifat galaknya muntah di muka gue. gue belum siap menerima kenyataan jika sampai yuni marah-marah atau nyiram minyak panas ke muka gue.

“kok diem cong?” yuni coba menyudahi lamunan gue.

“emmm hehe. Saya masih belum inget. Kira-kira warna motornya apa ya?” ucap gue sambil nyengir-nyengir

“astaga, yang warna item motornya.” Jawab yuni ketus

“oh itu. Hehe emang kenapa mbak sama cowok itu?” gue masih nyengir-nyengir agar yuni tidak mengamuk menjadi musang ekor sembilan

“lu harus tau ya cong. Dia itu sebenernya baik banget sama gue. Dia sering ngasih-ngasih barang dengan harga mahal ke gue. Dia juga sering banget ngasih lagu via WA ke gue. pokoknya dia tuh gak itung-itungan sama gue cong. Kan gue cewek, gue seneng lah di perlakuin baik kaya gitu. Hingga pada suatu hari, dia nembak gue cong” yuni berbicara sambil menikmati nasi gorengnya. “DORRRRRR!!!!!!” tambahnya mengagetkan gue. Yuni minum karena mungkin haus sudah berbicara panjang lebar. Gue yang keselek karena kaget, cuma bisa ngangguk-ngangguk dengan ceritanya yang seperti kisah horror itu. Karena gue tipe cowok pendengar sekaligus pembicara yang baik. hahahahaha!!!!

“gue lanjut cerita ya, tadi iklan dulu biar lu enggak kaku cong” ujar yuni setelah mengelap mulutnya dengan tissue.

 Lagi-lagi gue hanya bisa mengangguk.

Sambil mengelap ingusnya yang mungkin kepedesan karena nasi goreng, yuni melanjutkan ceritanya. Kali ini matanya tajam menatap gue. Asli gue sangat ketakutan. Gue takut yuni kerasukan setan nasi goreng. Kemudian dia memakan semua nasi goreng yang ada disitu dan akhirnya gue yang harus bayar. Sial.....

“jadi gue tuh bener-bener enggak ngerti kenapa cowok itu bisa nembak gue. Gue enggak punya rasa sama sekali cong sama dia. Tapi gue bingung gimana cara nolaknya. Gue enggak punya alasan yang cukup kuat. Cuma lu satu-satunya harapan gue cong.”

“hah? Harapan apa mbak maksudnya?” gue mengeryitkan dahi

“lu harus pura-pura jadi pacar gue cong. Lu harus bisa ngeyakinin dia kalo gue udah ada yang punya” jawab yuni dengan nada memelas

“whatttt??? Saya? Mbak saya ini baperan. Kalo nanti saya nyaman beneran sama mbak gimana? Mbak mau tanggung jawab? Hehehehe.....” gue mulai melancarkan aksi.

Ada hening yang panjang yang yuni ciptakan ketika gue melontarkan kalimat seperti itu. Mungkin yuni sedang berpikir. Gue mengatakan hal yang demikian bukan tanpa alasan. Ada banyak yang mendefinisikan “berpura-puralah mencintaiku, sampai akhirnya kau lupa bahwa kau sedang berpura-pura” kalimat itu terus terngiang di otak gue. gue takut kepura-puraan gue justru malah jadi boomerang. Gue masih belum siap bila harus di kecewakan lagi. Gue masih takut bila harus meminum segelas janji manis lagi. Karena luka yang kemarin saja belum sepenuhnya gue sembuhkan.

Jujur yuni sangatlah menarik di mata gue. Tapi gue lebih nyaman berteman. Gue masih takut untuk menjalin ikatan. Memang benar. Tujuan awal gue ke bekasi adalah untuk melupakan seseorang. Tapi untuk melupakan seseorang tidaklah mudah. Setidaknya gue ingin luka yang ada di hati sirna bersama teman-teman baru. Bukan menjalin ikatan lagi dengan orang yang baru. Membuka hati setelah terluka bukanlah perihal sederhana. Butuh waktu untuk gue akhirnya benar-benar siap. Siap untuk patah hati dan siap untuk terluka di kemudian hari.

Selah kejadian itu, tiba-tiba yuni menghilang. Ia tidak pernah memulai chat dengan gue. kontaknya tiba-tiba saja berubah usang alias tidak aktif. Ketika gue menunggunya di depan kosan pun ia tak nampak. Apakah yuni seperti gue? apakah ia sedang mencari tempat baru untuk menghapus luka? Deni pun heran ketika yuni menghilang dari kosan. Deni menganggap gue telah menyakitinya. Padahal gue hanya berbicara apa adanya. Tidak bermaksud membuat perasaanya hancur. Gue yakin yang membuat yuni terluka bukanlah gue. Melainkan orang lain. Atau bisa saja ternyata memang gue tersangka utama yang telah menyakiti hatinya. Mungkin kalimat yang gue lontarkan pada saat itu menusuk hatinya. Entahlah.....


Selama tiga minggu di bekasi, yuni telah mengajarkan banyak hal kepada gue. salah satunya adalah perihal tentang menerima. Gue adalah orang baru bagi yuni. Perempuan yang di kenal galak ternyata cukup baik dengan orang baru seperti gue. yuni menerima kedatangan gue dengan cukup antusias. Dia sangat terbuka dengan gue. Segala cerita yang membuatnya sesak di dada selalu di bagikan kepada gue. Gue mengerti bahwa orang baru memang sangat di perlukan. Orang baru di kehidupan memang kadang membawa manfaat yang signifikan. Dari perkenalan dengan yuni gue telah siap menerima orang baru yang sekiranya ingin masuk ke hati gue. Gue siap menerima jikalau nanti harus patah hati lagi. Sama seperti halnya gue menerima rasa sakit karena hati telah di patahkan. Karena jarak jatuh cinta dan patah hati sangatlah tipis. Untuk menebalkan jarak itu, mungkin yang kita butuhkan hanyalah satu. Jangan berharap berlebihan pada seseorang. Kalaupun sudah terlanjur, tipiskanlah harapan itu. Karena seseorang bisa mematahkan hatimu kapan saja.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar