Rabu, 04 Januari 2017

Perihal Tentangmu

Terkadang aku selalu ingat tentangmu, tentang kita berdua. Semua kenangan yang telah kita lewati berdua, terekam jelas oleh otakku yang minimalis ini. Kamu yang mungkin sudah bahagia dengannya, masih tetap indah di hati ini. Aku benar-benar tidak menaru dendam terhadapmu. Aku juga tidak menaruh rasa iri dengki terhadap kebahagiaanmu dengannya. Namun rasa benci, jujur akan tetap ada. Kebencian inilah yang selalu menguatkanku untuk tidak terlalu kepo denganmu.


Kebencian ini tertanam hanya semata-mata pengalihan terhadap pertanyaan besar yang sering mengganggu otakku. Mengapa harus aku yang di jadikan pelarian? Mengapa bukan pria lain yang mungkin lebih jahat? Apakah aku terlalu baik? atau mungkin aku yang terlalu bodoh hingga tak sadar bahwa dari awal kamu hanya mengincar kebaikanku?

Kamu pernah bercerita, panjang sekali, tentang orang yang menjadikanmu sebagai tempat pelarian, lebih tepatnya anak jurusan psikolog di kampusmu. Apakah aku hanya sebagai objek pembalasan dendammu semata? Atau memang aku yang tak sadar dengan strategimu? Pertanyaan-pertanyaan bodoh itu terus mengahntui aku sebelum tidur. Siksaan yang kau berikan memang belum terlalu hebat jika di bandigkan dengan siksa Tuhan. Namun aku tetap saja tersiksa.

Mamah bertanya “mengapa kalian putus?” papah pun menanykan hal yang sama. Mereka curiga dengan hilangnya barang-barang yang pernah kamu berikan. “dia lebih menyayangi mantannya ketimbang aku mah, pah” jawabku dengan menunduk. Aku tak mau mereka melihat air mata di pipi anaknya.

Pasca kata perpisahan darimu yang cukup perih, aku menyesal pernah meneteskan air mata untukmu. Air mata ini harusnya aku tujukan kepada Tuhan sebagai penebusan dosa-dosa yang telah aku lakukan selama 21 tahun hidup di dunia. Pengorbanan penuh yang telah aku beri saat itu kini hanya bisa aku sesali di sela-sela waktu senggang. Semoga kebahagiaanmu yang memotivasiku untuk tetap berkarya. Semoga kebahagiaanmulah yang bisa membawaku terbang menuju impian sebenarnya, yaitu menjadi penulis.

Selamat malam, kamu yang pernah singgah di hati. Pesanku hanya satu.


“Jika Tak Berniat Mewarnai Hidup Seseorang, Jangan Pudarkan Warna Aslinya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar