Sudah
genap sebulan gue berhasil bersikap biasa aja dengan Amel. Ini prestasi yang
luar biasa buat gue pribadi. Biasanya, dua hari saja jauh darinya gue sudah
tidak bisa tidur dan tidak bisa makan di warteg. Ya itu mungkin karena gue
enggak punya uang aja kali ya. Hehe....
Sejujurnya
rasa kangen bercanda dengan Amel itu ada, tapi sengaja gue tepis agar rindu ini
menghilang dengan sendirinya. Beberapa hal gue lakukan salah satunya adalah
dengan cara mendownload aplikasi bigolive dan smule. Kedua aplikasi itu cukup
menghibur dan melupakan amel secara perlahan. Tapi aplikasi tetap saja
aplikasi, mereka cepat membuat gue jenuh karena kuota internet yang awalnya
melimpah harus terkuras habis dengan waktu sekejap. Haft...........
Kedua aplikasi itu gue uninstall, gue kembali termenung di
pojokan kamar sambil memandang layar hp yang biasanya berisikan chat dari Amel.
Gue sadar, enggak seharusnya gue terus berharap pada amel. gue harus berpindah
dengan orang yang gue butuhkan. Karena Amel hanya orang yang gue inginkan, dia
tidak ada pada saat gue butuh. Dia hanya datang pada saat dirinya merasa sepi.
Selang beberapa hari dari keputusan
gue untuk berpindah harap, akhirnya Tuhan menakdirkan gue bertemu dengan
perempuan baik lainnya. Sebut saja Pita. Gue kenal Pita dari salah seorang
teman gue yang bernama zahra. Jadi pada saat itu gue di tugaskan zahra unuk
membantu proses editing video miliknya guna menyelesaikan tugas akhir semester
di kampusnya. Nah pada saat proses ini ternyata ada salah seorang dari
kelompoknya yang di tugaskan menjadi dubber. Dan orang itu Pita. Kenalan lah
gue pada akhirnya.
Jujur aja dari awal perkenalan kami,
gue sudah sangat suka dengan suaranya Pita yang halus ini. Bahkan kalo dia
ngomong gue sering “hah?” karena suaranya yang terlalu halus. Dari segi
parasnya ia tak terlalu cantik. Ya standard nasional indonesia lah. Badannya
juga mungil seperti kurcaci yang ada di
film snow white and the huntsman. Maaf ya pit. Peace!!!!
Dari kekaguman gue terhadap suaranya
Pita, sampai pada akhirnya gue rindu dengan suaranya. Alhasil gue coba
mencari-cari cara agar bisa bertemu dengan zahra dan tentu saja zahra harus
mengajak Pita. Haha.....
Seperti
kata pepetah, “pucuk di cinta ulam pun
tiba”. Hal, pucuk di cinta ulam pun tiba. Moment yang gue harap-harap
akhirnya terjadi juga. Pada saat itu zahra kesulitan lagi menyelesaikan
videonya. Akhirnya gue dan zahra bertemu untuk proyek yang terselubung itu.
Tentunya Zahra bersama Pita. Gue sepakat bertemu zahra di kampus.
“apa
yang kurang sih ra?” Tanya gue pada zahra dengan nada yang agak tinggi.
“ish
andri galak bener, ini nyatu-nyatuin videonya gue gak bisa. Hehe.... bantuin ya
ndri, nanti gue beliin mie ayam” Rayuan Zahra mulai muncul
“iya
ra iya kalem. Hehe btw si Pita mana ra?” Gue mulai to the point.
“ciyeeeee
andry, dia lagi di jalan ndri. Santai kali kangennya.” Ejek Zahra
“bukannya
gitu ra, si Pita kan suka ngasih opsi lain di video lu.” Gue ngeles
“iya
juga sih. Iya katanya dia masih di jalan.” Jawab Zahra datar
Setelah menunggu hampir tiga puluh
menit, akhirnya perempuan itu datang. Perempuan yang gue rindukan suaranya
akhirnya nampak di depan mata gue.
“hai
ra, lama ya. Maaf gue gak ngebut soalnya” Pita meminta maaf
“gue
enggak di “hai-in” nih pit?” Gue nyamber
“eh
iya ndry, hai” ucap Pita begitu halus suaranya.
Karena video yang gue edit ini
adalah video yang berbentuk presentasi, gue menyuruh Pita untuk mengulang
dubbingnya. Karena dubbing yang sebelumnya terlalu panjang, jadi gue sulit
untuk menyeragamkan video dengan suaranya. Di samping itu juga gue ingin
mendengar suara Pita dengan jelas. Hehe........
Setelah Pita melakukan apa yang gue
suruh, tiba-tiba saja zahra mengusulkan pada gue untuk menyelesaikan videonya
dirumah karena hari itu sudah gelap. Gue paham jika mereka pulang malam akan
terasa jelek kesannya karena mereka adalah perempuan. Lagian siapa yang
menganggap mereka laki-laki ya? Hehe..
Dengan sangat berat hati, gue
kerjakan video ini di rumah. Sendiri. Tanpa hadirnya Pita di sisi. Meskipun
pertemuan itu hanya sebentar, tapi setidaknya rindu ini berguguran sedikit-demi
sedikit. Saat gue rindu, gue dengarkan suaranya lewat video yang gue edit ini.
Sengaja memakai headset agar suara Pita terdengar jelas di kuping gue.
Layaknya seperti orang yang jatuh
cinta, tiap kali mendengar suaranya gue malah tersenyum sendiri seperti orang
gila yang ada di jakarta. Mamah gue beratnya-tanya dalam otaknya ada apa dengan
anaknya? Bapak gue bertanya dengan siapa gue jatuh cinta? Namun gue menjawab
hanya dengan senyuman. Adik gue yang tadinya cuek, sampai kepo siapa sebenarnya
yang membuat kakaknya khasmaran lagi. Mungkin jika gue menunjukan senyum kapada
macan, macan itu juga pasti heran dan kebingungan. Gue yakin!!!
“ra,
coba minta pin BBMnya Pita” isi pesan gue ke zahra dengan tanpa basa-basi.
Karena dari awal kenalan dengan Pita, gue belum berani untuk meminta pin
BBMnya. Jujur saja gue ingin mengenal Pita lebih dalam. Siapa tau kita ada
kecocokan, siapa tau kita bisa bersatu. Siapa tau pin BBM kita sama. Yang
terakhir sepertinya mustahil ya. Oke abaikan saja.
Awalnya zahra sulit sekali dalam
memberikan pin si Pita. Gue terus di tanya atas dasar apa gue meminta pin-nya
Pita. Bahkan gue sampai di suruh mengakui jika gue naksir Pita. Tentu saja gue
terus mengelak dan terus mencari alasan terbaik untuk dapat di jelaskan kepada
zahra. Lima belas menit gue berkelit lewat pesan dengan zahra, akhirnya gue
menemukan alasan yang cukup masuk akal. Gue beralasan agar gue juga bisa
berkoordinasi dengan Pita terkait video yang sedang gue edit ini. Intinya gue
butuh orang untuk menemukan opsi lain terkait videonya.
Di rasa alasan gue cukup masuk akal,
zahra pun memberikan pin BBM Pita yang mudah-mudahan bukan karena terpaksa.
Yang gue heran, setelah gue invite
pinnya Pita, enggak ada pemberitahuan kalo Pita udah accept gue. Gue curiga
kalo zahra ngasih pin palsu. Jangan-jangan pin yang zahra kasih ini adalah pin
sedot WC, pemanjang penis, atau emang pin ATM BCA. Gue benar-benar negatif
thingking terhadap zahra. Untung aja dosa enggak bikin jelek muka. Kalo dosa
bikin jelek muka, entah udah seberapa jelek muka gue saat itu.
“ra,
kok pita belum acc gue ya? Tanya gue via BBM
“mungkin
dia belum ada paket andryyyyyyy” jawab zahra agak kesel
“oh
tapi lu enggak boongin gue kan? Jangan-jangan itu pin bencong”
“astagfirullah
udahlah seterah” Balas zahra yang tampaknya badmood
“oke
ra, aku percaya kamu” Cuma di R
Setelah beberapa hari menunggu,
akhirnya ada pemberitahuan kalo Pita menjadi kontak gue. seperti biasa, Pita
enggak langsung gue chat. Gue selidiki dulu dari personal messenger (PM) yang ia buat. Apakah dia tipe cewek bete,
cewek caper, cewek bijak, cewek kutu buku, atau cewek jadi-jadian. Pokoknya
Pita sedang berada dalam perhatian gue.
Lagi-lagi gue butuh beberapa hari
untuk memberi perhatian khusus terhadap Pita. Pita ternyata perempuan yang
jarang sekali berganti-ganti PM. Fix dia bukan tipe cewek bete. Dia termasuk
tipe cewek yang sering membaca. Sama seperti gue. Pmnya sulit sekali di cerna
dan entah untuk siapa tujuannya. Akhirnya gue mengambil kesimpulan Pita adalah
perempuan single yang bisa di ajak nonton. Hehe..
Keadaan dunia saat itu sedang gempar
dengan film The Conjuring 2. Film horror yang sukses di beberapa tahun silam,
akhirnya memunculkan seri keduanya. Gue coba mengajak Pita menonton film itu
karena jujur aja nonton film horror sendiri itu kaya main catur sendirian.
Enggak seru dan enggak asik. Lagipula gue memang penasaran dengan serial
keduanya ini. Pastinya membuat jantung berdebar ketimbang pelukan dengan
mantan. Halah....
“yang
bikin sedih...... 1. Stik PS rusak 2. Mouse komputer error 3. Mau nonton
conjuring gak ada temen” Kira-kira seperti itu Pm yang gue buat di BBM.
Enggak lama kemudian BBM gue berbunyi. Dan gue baca “eh iya, conjuring udah tayang ya” itu chat dari Pita. Asli
perasaan gue campur aduk. Orang yang udah gue niatkan untuk di ajak nonton
akhirnya peka.
“yuk Pit nonton”
balas gue cepat.
“bayarin ya. Haha....”
Balas pita lebih cepat
“kalem aja. Lusa jam 2
gua kerumah ya” Gue antusias
“oke ndriy”
Balas Pita singkat
Ngedate
pertama gue harus tampil ganteng semaksimal mungkin. Gue cukur kumis yang
padahal masih titik-titik doang. Gue gunting kuku kaki yang padahal kalo enggak
di gunting juga enggak jadi masalah karena gue akan pergi memakai sepatu.
Selanjutnya gue pilah-pilih kemeja yang gue punya sampai pada akhirnya gue
memutuskan untuk memakai kaos 25ribu yang gue beli di pasar malem. Pokoknya gue
enggak akan bikin Pita menyesal. Itu prinsip seorang andry.
Tibalah hari yang gue tunggu-tunggu.
Sesampainya di rumah Pita gue membuka helm untuk memberi kode kalo gue udah di
depan rumahnya. Kemudian ada seorang perempuan yang keluar dari rumahnya. Gue
pikir mamahnya, taunya temennya. Sial. Gue udah deg-degan. Kebetulan Pita
langsung aja keluar. Gue tanya mamahnya, dia jawab mamahnya udah tau. Ya gue
hanya mengangguk-angguk saja. Bukan karena jawaban Pita, tapi karena penampilan
Pita yang biasa banget. Tapi it’s okelah
gue enggak pernah memepermasalhakan soal penampilan. Yang penting dia mau gue
ajak nonton.
Sebelum jam 2 gue sudah sampai di
rumahnya. Ya namanya kencan pertama, gue enggak boleh telat sedetik pun. Ini demi
menjaga nama baik gue sebagai laki-laki sejati. Pita tampak heran karena gue
cepat sekali sampai dirumahnya. Padahal BBM gue aja belum di read sama dia.
Kami sepakat nonton di suatu Mall
yang ada di BSD Tangerang. Karena jaraknya yang jauh akan menjadi alasan gue
untuk memahami karakternya lebih dalam. Di sepanjang perjalanan, gue dan Pita
masih canggung dalam memulai obrolan. Di satu sisi gue bingung mau nanya
tentang apa karena gue belum tau wawasan Pita sampai sejauh mana. Di sisi yang
lain Pita juga mungkin bingung kenapa gue harus mengajaknya ke Mall yang jauh. Sedangkan
di wilayah Kota Tangerang pun sudah banyak Mall yang menyediakan bioskop. Alhasil
sepnajang perjalanan kami lebih memilih diam. Karena diam itu emas. Emas itu
kuning. Kuning itu.................... ah sudahlah.
Sesampainya disana, gue masih belum
kepikiran untuk melempar pertanyaan kepadanya. Sampai pada akhirnya Pita
memecah keheningan “eh ndry, kita mau
nonton conjuring kan?” Gue cuma bisa mengangguk dan kami terdiam lagi
sampai beberapa saat. Suasana canggung memang belum bisa terlepas dalam diri
kami. Akhirnya gue mendapat ide.
“btw pit, lu suka film
horror juga kah? Apa memang memanfaatkan gratisan doang? Hehe..”
pertanyaan gue emang agak sedikit konyol.
“hahaha... ya enggaklah
ndry. Gue suka kok film horror. Gue juga pernah tuh liat insidious. Tapi di
kaset.” Pita nyengir seperti kuda.
“yaaaaa iya deh ya. Daripada
kalo gue komen lu malah jadi bete. kan repot” gue juga nyengir
seperti mandra
“haha ya enggaklah ndri. Gue
bukan tipe cewek bete kok”
“udah tau”
kata gue dalam hati.
Kencan pertama gue itu kebetulan di
lakukan ketika bulan puasa. Jadi gue nonton di sore hari supaya pas abis nonton
gue langsung buka berdua dengan Pita. Tapi ternyata filmnya kelamaan. Kami membatalkan
puasa di dalam bioskop. Untungnya gue sedia payung sebelum hujan. Gue sudah
membawa dua botol air dari rumah bila memang durasi film lebih panjang dari
ekspektasi.
Hari itu di tutup dengan foto-foto
alay kita berdua. Gue akhirnya menemukan apa yang gue enggak suka dari Pita.
Pita orangnya minder karena ukuran badannya yang mungil. Tapi menurut gue itu
enggak masalah. Karena gue bisa di andalkan bila dia kesulitan untuk mengambil
barang yang berada cukup tinggi. Lalu dia ini pemalu. Sampai-sampai ngantri
untuk membeli makan saja tak mau. Padahal harusnya cewek melayani cowok kan? Iya
kan? Iya enggak sih? Enggak ya? Yaudahlah yang pasti gue senang bisa
menghabiskan waktu dengan Pita. Berdua. Gue jadi bisa mengenangnya di pagi hari
dalam kesendirian. Seperti apa yang di katakan Wiranagara dalam bukunya
“Kau tahu apa yang paling menyenangkan dari pagi dan
kesendirian? Iya, mengenangmu sepuasnya”
Gue
selalu berharap Pita enggak menyesal. Karena gue masih ingin melihat senyumnya
dan mendengar suaranya. Dan gue rasa Pita adalah DIA yang selalu gue sebut dalam DOA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar